Wahai Kolak...

Wahai kolak...

Ketika saatnya kunikmati dirimu,
kutuang dirimu dari plastik ke dalam mangkok,
dan kucelupkan sendok ke dalam kuahmu yang kental...

Kuah, ya, dialah yang memeluk semua anggotamu dalam kesatuan,
bukti kerendahan hati gula merah yang manis dan santan kelapa yang gurih,
yang rela melebur jadi satu konsistensi... 

Selanjutnya kurengkuh potongan pisang yang empuk dan harum, 
manis dengan sedikit asam yang menyegarkan... 
Pisang, kau pasti menyadari,
kekuatan manis alamimu seringkali membuat dirimu dianggap sebagai pemeran utama di antara anggotamu, 
tetapi ketika tiba saatnya engkau harus berbagi panggung dengan sang ubi, 
yang mungkin tidak semanis dirimu,
engkau dengan ikhlas melakukannya tanpa mengeluh... 

Wahai kolak...

Dalam cidukan berikutnya, kudapati anggota-anggotamu yang lebih kecil,
yang karena kecilnya, satu sendok dapat memuat beberapa dari mereka sekaligus...
Candil yang bulat dan kenyal,
kolang-kaling yang kaku namun tidak pernah melawan ketika digigit,
dan butir-butir kecil mutiara yang lincah meluncur kesana kemari,
bukankah mereka yang berperan memberikan sensasi sentuhan yang lengkap bagi lidah, rongga mulut, dan gigiku...? 

Wahai kolak... 

Lihatlah betapa sempurnanya dirimu, 
sebuah orkestrasi rasa yang memanjakan selera,
kelezatan yang hadir dari kolaborasi berbagai bahan yang datang dari asal yang berbeda-beda, 
dengan karakteristik yang berbeda pula, 
yang ketika dipertemukan dan dipanaskan bersama di dalam satu panci,
dengan senang hati menyambut satu sama lain sebagai sebuah keluarga, 
melupakan identitasnya yang lama,
sehingga ketika dituangkan ke mangkok tidak berpikir bahwa, "saya pisang", "saya santan", atau "saya kolang-kaling",
tetapi dengan bangga berkata bahwa, "kami kolak"... 

Wahai kolak... 

Mengapa manusia yang menciptakanmu tidak belajar darimu? 
Mengapa masih banyak dari mereka yang merasa lebih penting dari yang lainnya? 
Mengapa masih banyak dari mereka yang menganggap siapa yang berbeda dengan mereka layak disingkirkan? 
Mengapa mereka sia-siakan waktu untuk berdebat, 
dan bukannya menyatukan berbagai karakter untuk mendatangkan dampak yang besar? 

Wahai kolak... 

Walau kini dirimu telah habis kusantap, 
biarlah pelajaran yang kami dapat darimu tetap tinggal untuk selamanya. 






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berbagi Cerita - Tes Masuk Astra Graduate Program (AGP) 2016

Bagaimana Rasanya Bekerja di eFishery? (Part 1)

Biodata, Profil, dan Fakta Lengkap Givaldi Zhafran, Nomor 6 Bikin Netizen Melongo