Ternyata Saya Bukan Pendengar yang Baik (Bagian Pengantar)



Buat saya pribadi, mendengarkan orang lain adalah sebuah pelayanan yang sangat mulia. Kemampuan mendengar yang baik adalah kualitas yang sangat berharga yang dimiliki seseorang. Dan pendengar yang baik adalah orang-orang yang selalu saya kagumi.

Alasannya karena dalam hidup saya, saya beberapa kali diselamatkan oleh mereka yang berhasil mendengarkan saya dengan baik. Saya jadi percaya: dunia akan jauh lebih baik kalau kita punya lebih banyak orang yang mau mendengarkan. Sayangnya saya merasa para pendengar yang baik ini sangat sulit ditemui, entah karena populasinya memang langka, tren budaya generasi sekarang yang semakin cuek, atau kebetulan saya saja yang tidak dikelilingi oleh orang-orang yang mau mendengarkan orang lain.

Terlebih dalam dunia pekerjaan, sosok partner atau mentor yang mau menjadi pendengar yang baik bagi saya adalah seperti sebuah jarum di tumpukan jerami.  Sepertinya karena adanya kepercayaan bahwa value seorang profesional justru dilihat dari kemampuannya untuk menyelesaikan masalah dengan objektif, rasional, berdasarkan data dan analisis, dan menggunakan metodologi best practices. Jadi ketika seorang profesional curhat atau mengeluh berarti dia tidak profesional. Agak tidak masuk akal sebenarnya, seperti menghilangkan sisi manusia dari seseorang. 

Dalam beberapa kesempatan saya mendapat respon yang menurut saya cukup menyakitkan ketika mencoba share kekhawatiran atau permasalahan saya untuk didengarkan oleh orang-yang-seharusnya-bisa-menolong-saya, yaitu:
  • Mengatakan masalah saya itu biasa saja, tetapi saya kurang belajar, lalu saya disuruh belajar lagi
  • Membandingkan saya dengan orang lain (ada yang masalahnya lebih berat tapi lebih berhasil)
  • Membanggakan keberhasilan dirinya sendiri mengatasi masalah yang mirip-mirip dengan saya malah lebih berat
  • Menyatakan kekecewaan kepada saya karena mempermasalahkan hal tersebut, berarti saya tidak pantas ada di posisi saya

Tentunya saya tidak lantas sakit hati dengan semua respon tersebut, karena memang bila dipikir secara logika masukan tersebut tetap saja ada gunanya. Tetapi karena rasa tidak nyaman yang membekas, ke depannya saya jadi menghindari sharing dengan orang tersebut dan menurut saya hal tersebut sebenarnya tidak sehat apalagi kalau orang itu adalah orang yang satu tim atau terkait erat pekerjaannya dengan saya, misalnya atasan saya sendiri.

Saya mencoba lagi berpikir jernih dan menyadari bahwa orang-orang tersebut bukannya sengaja menyakiti saya. Kembali ke topik tulisan ini, mereka hanya tidak mendengarkan dengan baik. Bisa jadi memang kurang punya kemampuan mendengarkan, atau punya tapi kebetulan saat itu sedang tidak digunakan. 

Gara-gara pengalaman buruk tersebut, saya jadi refleksi terhadap diri saya sendiri dan menyadari bahwa saya juga bukan pendengar yang baik. Dari berbagai sumber saya bisa mengidentifikasi kesalahan dari orang-orang yang gagal mendengarkan saya, lalu menyadari bahwa saya juga masih sering melakukan kesalahan itu ketika saya dalam posisi seharusnya bisa mendengarkan orang lain, termasuk dalam lingkungan profesional. 

Apa saja hasil evaluasi saya dalam usaha menjadi pendengar yang baik? Bersambung ke bagian selanjutnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berbagi Cerita - Tes Masuk Astra Graduate Program (AGP) 2016

Bagaimana Rasanya Bekerja di eFishery? (Part 1)

Biodata, Profil, dan Fakta Lengkap Givaldi Zhafran, Nomor 6 Bikin Netizen Melongo