Berpuasa Bermanfaat Untuk Kesehatan, Asalkan...?

Memasuki bulan Ramadhan di mana umat Islam menjalankan kegiatan puasa sebagai bentuk ibadah, terbit berbagai informasi yang menyatakan berbagai manfaat puasa untuk orang-orang yang menjalankannya, termasuk di bidang kesehatan. Melalui media mainstream, disebutkan bahwa puasa bermanfaat untuk mengontrol gula darah dan kolesterol, meningkatkan kesehatan jantung, membersihkan tubuh dari racun (detoksifikasi), bahkan menurunkan berat badan. Bisa mendapat pahala sekaligus meningkatkan kualitas kesehatan dan penampilan tentunya hal yang diharapkan semua orang bukan?

Klaim manfaat puasa tersebut sejalan dengan meningkatnya popularitas "intermittent fasting" sebagai metode penurunan berat badan yang dipopulerkan banyak artis tanah air. Memang membatasi jam makan hanya pada jam tertentu secara teratur terbukti dapat mempermudah pembakaran lemak berlebih ketika tubuh ada dalam keadaan level insulin yang rendah [1].

Di sisi lain, ketika kita melihat kenyataannya, tidak sedikit orang malah mengalami masalah kenaikan berat badan setelah bulan puasa. Kalaupun tidak sampai membawa pengaruh negatif, setidaknya pada kebanyakan orang manfaat kesehatan yang diklaim di media tidak sampai terasa efeknya, umumnya kondisi kesehatan sebelum bulan puasa tidak berubah setelah bulan puasa.

Jadi apa saja syarat dan kondisi yang harus kita penuhi agar momen puasa ini dapat kita manfaatkan juga untuk meningkatkan kualitas kesehatan kita? Ini dia beberapa di antaranya:

1. Hindari gorging ketika berbuka puasa

Setelah menahan diri tidak makan dan minum selama lebih dari 12 jam, ketika saatnya berbuka puasa banyak orang yang melampiaskan nafsu dengan memakan sebanyak-banyaknya menu makanan yang disuka dengan berasumsi sebanyak apapun makanan yang dimakan tidak akan berdampak buruk karena sudah impas dengan kelaparan yang terjadi selama puasa.

Faktanya berbuka puasa dengan makan secara berlebihan apalagi dengan memilih jenis makanan yang tidak tepat bisa berdampak yang buruk bagi kesehatan. Dalam penelitian yang dilakukan tahun 2017 terhadap 15 orang dewasa sehat dan aktif yang berbuka puasa dengan makanan yang tinggi lemak, walau baru satu hari, terbukti kadar gula darah dan level insulin melonjak secara signifikan [2]. Hal ini berbahaya karena untuk memproduksi insulin yang banyak pankreas harus bekerja ekstra keras dan bila terus menerus terjadi fungsi pankreas untuk memproduksi insulin akan terganggu (diabetes tipe 2).

Sementara itu dalam penelitian tahun 2019 yang mengamati dampak perubahan pola makan dengan kenaikan jumlah kalori dan makronutrien tidak seimbang selama 28 hari terhadap 8 orang dewasa yang sehat dan aktif membuktikan, meskipun belum terlihat tanda kenaikan berat badan yang signifikan pada subjek penelitian, ternyata visceral fat (lemak yang menyelubungi organ dalam perut) sudah meningkat hingga 15% [3].

Berdasarkan penjelasan di atas, agar berpuasa tidak justru mendatangkan dampak negatif bagi kesehatan, kita harus menghindari urgensi untuk melampiaskan nafsu saat berbuka. Tetap batasi jumlah kalori yang dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan harian, dan pilihlah makanan yang sehat, rendah lemak jahat, dan yang tidak menaikkan gula darah dengan cepat.

2. Pertahankan circadian rythm tubuh agar tidak kacau

Circadian rythm atau jam biologis adalah ritme internal tubuh manusia yang berkaitan dengan waktu bangun, tidur, dan mengatur segala jenis siklus internal tubuh termasuk salah satunya metabolisme. Saat berpuasa, banyak orang yang menjalani waktu menahan lapar dan haus dengan tidur siang panjang supaya laparnya tidak terlalu terasa lalu kemudian mengkompensasi aktivitasnya dari jam berbuka hingga malam dan subuh hari saat seharusnya sedang tidur (begadang).  Hal ini dapat beresiko terhadap kesehatan sesuai dengan penelitian yang menyatakan bahwa kacaunya jam biologis dapat meningkatkan risiko obesitas, diabetes, penyakit kardiovaskular, dan kanker. Salah satu alasannya adalah terdisrupsinya sirkulasi hormon kortisol (hormon stress yang mengendalikan gula darah dan tekanan darah) yang normalnya mencapai puncak pada pagi hari dan terus menurun sampai menjelang tidur. Pada subjek penelitian yang jam tidurnya mendadak terganggu ketika puasa, hormon kortisol malah mencapai tingkat berlebih pada malam hari, sebagai respon alarm tubuh yang dipaksa terus bekerja sehingga dibutuhkan peningkatan gula dalam aliran darah [4].

Oleh karena itu, meskipun ada pola rutinitas yang berubah selama bulan puasa, dianjurkan untuk mengusahakan pola tidur yang normal dan tidak berubah signifikan dibandingkan dengan sebelum puasa. Kalaupun saat siang hari dibutuhkan recharge energi dengan power nap, batasi durasinya yakni 10-20 menit saja.

3. Tetap aktif beraktivitas

Saat berpuasa lapar dan haus sering membuat kita menjadi lemas dan kurang bersemangat. Banyak orang yang mengurangi aktivitas fisiknya ketika berpuasa. Akan tetapi bila kita mengharapkan penurunan kadar lemak dan berat badan yang signifikan, semestinya asupan kalori yang berkurang ketika puasa dikombinasikan dengan aktivitas seperti biasanya yang tidak dikurangi supaya terjadi defisit kalori. Hal ini sejalan dengan penelitian yang menemukan bahwa penurunan berat badan pada pria dewasa di Iran cukup signifikan, tidak seperti pada wanita. Hal ini dikarenakan di Iran selama Ramadhan para pria tetap harus melakukan aktivitas seperti biasa sementara kebanyakan wanita yang tinggal di rumah lebih fleksibel untuk mengurangi aktivitasnya [5].

Karena itu bila memang kita masih dalam kondisi sehat, sebaiknya kita melawan rasa malas yang terkadang datang ketika sedang berpuasa dan berusaha tetap menjaga produktivitas.


Pada dasarnya, tubuh manusia adalah sistem yang kompleks. Respon tubuh orang yang satu dengan yang lain berbeda-beda, bahkan orang yang sama juga bisa memiliki respon yang berubah pada kondisi yang berbeda. Untuk bisa mendapatkan manfaat kesehatan maksimal, sebaiknya kita mulai belajar untuk memahami kondisi kesehatan dan karakteristik tubuh kita masing-masing sehingga pola makan dan aktivitas yang kita pilih selama berpuasa dapat menghasilkan dampak yang sesuai dengan harapan. Bila perlu lakukan check up dan kosultasi dengan tenaga medis sebagai persiapan untuk tetap sehat dalam menjalankan puasa, apalagi di masa pandemi seperti sekarang ini.

Akhir kata, selamat menjalankan ibadah puasa, be happy and stay healthy...


Referensi

[1] Ganesan K, Habboush Y, Sultan S. (2018). Intermittent Fasting: The Choice for a Healthier Lifestyle. Cureus 10(7): e2947. DOI 10.7759/cureus.2947.

[2] Parry SA, Woods RM, Hodson L, Hulston CJ. (2017). A Single Day of Excessive Dietary Fat Intake Reduces Whole-Body Insulin Sensitivity: The Metabolic Consequence of Binge Eating. Nutrients. 2017 Aug; 9(8): 818.

[3] Morrison DJ, Kowalski GM, Bruce CR, Wadley GD. (2019). Modest changes to glycemic regulation are sufficient to maintain glucose fluxes in healthy young men following overfeeding with a habitual macronutrient composition. American Journal of Physiology: Endocrinology and Metabolism, 316(6), E1061-E1070.

[4] Bahijri S, Borai A, Ajabnoor G, Abdul Khaliq A, AlQassas I, et al. (2013) Correction: Relative Metabolic Stability, but Disrupted Circadian Cortisol Secretion during the Fasting Month of Ramadan. PLOS ONE 8(6): 10.

[5] Rouhani MH, Azadbakht L. (2014). Is Ramadan fasting related to health outcomes? A review on the related evidence. Journal of Research in Medical Sciences 19(10):987-92

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berbagi Cerita - Tes Masuk Astra Graduate Program (AGP) 2016

Bagaimana Rasanya Bekerja di eFishery? (Part 1)

Biodata, Profil, dan Fakta Lengkap Givaldi Zhafran, Nomor 6 Bikin Netizen Melongo